5 Kesalahan Umum dalam Penyusunan Kontrak yang Harus Dihindari

Dalam dunia bisnis, kontrak berfungsi sebagai landasan hukum dari hubungan antara dua pihak. Oleh karena itu, penyusunan kontrak yang baik sangat krusial untuk menghindari konflik di masa mendatang. Namun, sering kali perhatian pada detail ini terabaikan. Dalam artikel ini, kita akan mengulas lima kesalahan umum yang harus dihindari saat menyusun kontrak, sekaligus memberikan solusi dan contoh untuk setiap kesalahan tersebut. Dengan memahami kesalahan-kesalahan ini, Anda tidak hanya akan meningkatkan kualitas kontrak Anda, tetapi juga memperkuat posisi negosiasi dan hubungan bisnis Anda.

1. Kurangnya Kejelasan dalam Istilah

Kesalahan:

Salah satu kesalahan paling umum dalam penyusunan kontrak adalah ketidakjelasan dalam penggunaan istilah. Misalnya, penggunaan istilah “barang” tanpa definisi yang jelas dapat menyebabkan kebingungan. Apakah yang dimaksud adalah produk, layanan, atau hak cipta? Ketidakpastian ini berpotensi menimbulkan sengketa.

Solusi:

Selalu tetapkan definisi yang jelas untuk setiap istilah yang digunakan dalam kontrak. Anda bisa menggunakan bagian “Definisi” di awal kontrak untuk menjelaskan istilah spesifik. Sebagai contoh, jika Anda sedang menyusun kontrak jual beli, definisikan dengan tepat apa yang dimaksud dengan “barang” serta ciri-cirinya.

Contoh:

Dalam kontrak penyewaan gedung, alih-alih hanya menyebutkan “lingkungan dan fasilitas”, tuliskan, “Lingkungan mencakup akses ke jalan utama, tempat parkir yang cukup untuk 10 kendaraan, dan fasilitas umum seperti toilet dan ruang tunggu.”

2. Tidak Menyertakan Klausul Penyelesaian Sengketa

Kesalahan:

Banyak kontrak yang diabaikan untuk mencantumkan klausul penyelesaian sengketa. Ketika sengketa muncul, pihak-pihak sering kali tidak tahu harus kemana untuk menyelesaikannya. Hal ini dapat membuat situasi semakin berlarut-larut dan mahal.

Solusi:

Selalu sertakan klausul penyelesaian sengketa dalam kontrak Anda. Klausul ini harus mencakup informasi tentang bagaimana sengketa akan diselesaikan, apakah melalui mediasi, arbitrase, atau litigasi. Tentukan juga forum yang akan digunakan, apakah pengadilan lokal atau lembaga arbitrase tertentu.

Contoh:

“Apabila terjadi sengketa yang berkaitan dengan kontrak ini, para pihak sepakat untuk terlebih dahulu menyelesaikan sengketa melalui mediasi. Jika mediasi gagal, sengketa akan diarbitrasikan di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).”

3. Mengabaikan Kewajiban dan Hak Pihak

Kesalahan:

Kesalahan umum lainnya adalah mengabaikan kewajiban dan hak masing-masing pihak secara rinci. Ini bisa berakibat fatal karena setiap pihak mungkin memiliki pemahaman yang berbeda mengenai apa yang mereka wajib lakukan sesuai kontrak.

Solusi:

Formaulir ulang bagian kewajiban dan hak dengan sangat jelas. Gunakan tanda bullet atau subbab agar masing-masing pihak mudah memahami apa yang diharapkan dari mereka. Jangan hanya mencantumkan kewajiban, tetapi juga berikan hak-hak yang berkenaan dengan kewajiban tersebut.

Contoh:

Kewajiban Penjual:

  • Mengirim barang dengan kualitas sesuai dengan yang disepakati.
  • Mengirim barang dalam waktu 7 hari setelah pembayaran diterima.

Hak Pembeli:

  • Meminta penggantian jika barang yang diterima cacat.
  • Meminta laporan pengiriman sebelum barang dikirim.

4. Tidak Memperhitungkan Perubahan atau Ketidakpastian Masa Depan

Kesalahan:

Banyak kontrak tidak mempersiapkan diri untuk kemungkinan perubahan yang mungkin terjadi di masa depan. Ketidakpastian seperti perubahan hukum, fluktuasi harga, atau kondisi pasar sering kali tidak dipertimbangkan.

Solusi:

Sertakan klausul yang mengakomodasi perubahan tersebut. Klausul ini biasa disebut dengan “klausul force majeure” atau “klausul penyesuaian harga”. Ini membantu mengurangi risiko bagi kedua pihak jika terjadi hal yang tidak terduga.

Contoh:

“Kedua belah pihak sepakat bahwa jika terjadi keadaan luar biasa seperti bencana alam, pemerintah, atau perubahan undang-undang yang mempengaruhi pelaksanaan kontrak, maka pelaksanaan kontrak dapat diubah atau ditunda selama keadaan tersebut berlangsung.”

5. Tidak Melibatkan Ahli Hukum

Kesalahan:

Banyak orang atau perusahaan merasa mampu untuk menyusun kontrak tanpa bimbingan dari ahli hukum. Tanpa pengetahuan yang cukup tentang hukum, kontrak yang dihasilkan sering kali tidak sah atau lemah di mata hukum.

Solusi:

Selalu libatkan pengacara atau ahli hukum dalam proses penyusunan kontrak, terutama untuk kontrak yang rumit atau memiliki risiko tinggi. Pengacara akan membantu memastikan bahwa semua aspek hukum terpenuhi dan melindungi kepentingan Anda.

Contoh:

Sebelum menandatangani kontrak kerjasama bisnis senilai jutaan rupiah, sebaiknya konsultasikan terlebih dahulu dengan pengacara untuk memastikan semua klausul memenuhi ketentuan hukum yang berlaku.

Penutup

Penyusunan kontrak yang tepat sangat penting untuk menjaga hubungan bisnis yang baik dan mencegah sengketa di masa depan. Dengan menghindari lima kesalahan umum ini, Anda akan lebih siap dan percaya diri dalam bernegosiasi dan menandatangani kontrak. Ingat, kontrak yang baik adalah kontrak yang jelas, adil, dan dapat dipahami oleh semua pihak yang terlibat. Libatkan ahli hukum apabila perlu, agar setiap detail dapat diatur dengan baik.

Dengan memahami dan menerapkan prinsip-prinsip ini, Anda tidak hanya akan meningkatkan keamanan hukum bisnis Anda, tetapi juga membangun kepercayaan dengan mitra dan klien Anda. Sebuah kontrak yang disusun secara hati-hati adalah tiket menuju kesuksesan dalam setiap jenis usaha.